KPU Vs Bawaslu soal Eks Koruptor Nyaleg
Shiomonyet.com – Tahapan pendaftaran calon anggota legislatif atau caleg DPR dan DPRD Pemilu 2019, sudah berlangsung, dengan saat ini memasuki pemberitahuan daftar calon sementara atau DCS. Namun, polemik terkait caleg mantan terpidana kasus korupsi kembali mencuat.
Putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meloloskan 12 caleg eks koruptor, menjadi perdebatan. Padahal, 12 caleg tersebut dalam masa pendaftaran dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
KPU mencoret 12 caleg ini merujuk Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang mengatur larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai caleg. Larangan ini tercantum dalam Pasal 7 ayat 1 huruf h.
Dalam PKPU itu, selain kasus korupsi, napi bekas terpidana bandar narkoba dan kejahatan seksual anak dilarang nyaleg. Menjelang pendaftaran caleg, hal ini sebelumnya sempat menjadi perdebatan. Namun, saat itu, kengototan KPU membuahkan hasil PKPU bisa diteken resmi Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana pada 3 Juli 2018.
Namun, kengototan KPU melarang eks koruptor nyaleg rupanya berseberangan dengan Bawaslu. Putusan mengabulkan gugatan 12 caleg eks koruptor diterapkan Bawaslu, dengan alasan berpedoman Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Foto: Ilustrasi Gedung Bawaslu
LIHAT JUGA
Ketua Bawaslu, Abhan Misbah mengatakan, putusan pihaknya berdasarkan UU. Ia menegaskan, putusan Bawaslu DKI yang meloloskan politikus Partai Gerindra, Mohammad Taufik sebagai caleg sudah benar. Ia mengatakan, pihaknya juga sudah siapkan argumen untuk menguatkan sikapnya.
"Kami bekerja atas dasar UU. Jadi, putusan yang dilakukan Bawaslu DKI itu saya kira sudah mengacu UUD. Bukan hanya UU Pemilu atau UU KPU tapi UUD," kata Abhan, saat dikonfirmasi, Senin 3 September 2018.
Pihak KPU tak kalah ngotot. Ketua KPU, Arief Budiman menekankan bahwa pihaknya akan tetap menyatakan 12 caleg yang diloloskan Bawaslu dengan status TMS. Ditegaskan olehnya, bahwa PKPU Nomor 20 Tahun 2018 sudah berlaku resmi dan belum dibatalkan.
"Peraturan itu sampai hari ini belum dibatalkan. Maka, kami selaku pembuat peraturan KPU yang harus mempedomani PKPU itu," ujar Arief kepada Shiomonyet.com, Senin 3 September 2018.
Jilat ludah
Pakar hukum tata negara, Bayu Dwi Anggono menyoroti polemik caleg eks koruptor. Menurut dia, sebenarnya persoalan ini tak perlu terjadi bila Bawaslu konsisten.
Bayu menyindir sejak PKPU 20/2018 berlaku resmi, Bawaslu aktif mensosialisasikan, termasuk pakta integritas soal kepada setiap partai politik. Namun, ketika gugatan perkara yang diajukan caleg justru dikabulkan membuatnya heran.
"Ini karena ada titik tangkap pemahaman keliru Bawaslu. PKPU itu kan masih berlaku dan telah diundangkan. Bawaslu sendiri yang aktif datang ke partai untuk pakta integritas," jelas Bayu kepada Shiomonyet.com, Senin 3 September 2018.
Menurutnya, selama PKPU belum dibatalkan, maka KPU bisa terus menjalankan kewenangannya. Larangan eks koruptor nyaleg tetap berlaku. Kata dia, Bawaslu tak bisa memposisikan seolah-olah sebagai lembaga seperti Mahkamah Agung (MA).
Bayu khawatir bila Bawaslu ngotot, maka akan justru merusak citra sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Apalagi, tahapan pendaftaran caleg untuk Pemilu Legislatif 2019 sudah memasuki fase daftar calon sementara (DCS). Tahapan DCS ini merupakan bagian sebelum penetapan penetapan daftar calon tetap (DCT).
"Ini tak bisa dipisah-pisahkan. Bawaslu seperti menjilat ludah sendiri dan rusak tatanan negara kalau begini," ujar dosen hukum tata negara Universitas Jember tersebut.
Suara berbeda disampaikan pakar hukum tata negara, Margarito Kamis. Dia menyampaikan, Bawaslu sudah benar memposisikan dengan mengacu UU Pemilu. KPU pun diminta menghormati putusan Bawaslu, agar tak menjadi polemik yang panjang jelang Pemilu 2019.
Dia mengingatkan, kengototan KPU ketika memperjuangkan PKPU 20/2018 meski dianggap melanggar konstitusional. Munculnya polemik ini, karena KPU tak mengantisipasi ke depan.
"Harusnya KPU antisipasi dalam bikin PKPU itu. Twtapi, sekarang begini, Bawaslu sudah memeriksa sengketa dan memutuskan, ya sudah laksanakan dan hormati," tutur Margarito kepada Shiomonyet.com, Senin 3 September 2018.
Solusi polemik
Polemik caleg eks napi korupsi sudah terlanjut mendapat perhatian publik. Menurut Margarito Kamis, negara harus bisa ambil peran dalam membantu menemukan solusinya. Perlunya pembahasan koordinasi antarpihak terkait diperlukan, agar polemik tak berkepanjangan.
Ia pun mengapresiasi langkah Menko Polhukam Wiranto dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang ingin menggelar pertemuan dengan KPU serta Bawaslu. Langkah ini cukup bagus, agar pendaftaran caleg tak terhambat.
"Bagus, kalau Menko Polkhukam Wiranto atau DKPP bertindak cepat. Makin cepat makin bagus. Ini harus ada solusi terbaik dan bisa diterima semua pihak biar enggak panjang," ujar Margarito.
Politikus yang juga Ketua DPD Partai Gerindra DKI, M. Taufik menekankan alasan menggugat KPU DKI ke Bawaslu DKI. Ia menilai, adanya PKPU 20/2018 semena-mena dan tak menghormati hak politik warga negara. Sebelumnya, Taufik dinyatakan TMS dan tak masuk DCS.
Menurut dia, prinsip PKPU 20/2018 bertentangan dengan UU Pemilu. Bagi dia, seharusnya biarkan masyarakat sebagai pemilih yang menentukan suara pilihannya.
"KPU ini kan buat karena didorong opini-opini yang dibangun. Tetapi, mereka juga paham PKPU ini bertentangan dengan UU. Cuma didorong terus akhirnya seperti itu," tutur Taufik di gedung DPRD DKI, Kebon Sereh, Senin 3 September 2018.
Taufik pernah menjadi tersandung kasus korupsi ketika menjabat Ketua KPU DKI. Ia mendapat status tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004. Putusan vonis selama 18 bulan dijatuhkan Taufik pada 27 April 2004.
Selain Taufik, ada 11 caleg yang diloloskan Bawaslu sebagai caleg. Sejumlah nama ini memantik perdebatan yang salah satunya ada nama mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh. Lalu, ada bakal calon anggota DPD Sulawesi Utara, Syahrial Damapoli dan Bacaleg DPRD Kabupaten Toraja Utara dari PKPI, Joni Kornelius Tondok.
Kemudian, bacaleg DPRD Kota Pare-Pare dari Perindo Ramadan Umasangaji. Selanjutnya, bacaleg DPRD Kabupaten Rembang, M. Nur Hasan dari Hanura. Ada juga bacaleg DPRD Kabupaten Bulukumba, Andi Muttamar Mattotorang dari Partai Berkarya.
Setelah itu, ada bacaleg DPRD DKI Jakarta M. Taufik dari partai Gerindra. Bacaleg DPRD Kota Palopo, Abdul Salam dari Partai Nasdem. Ada juga dua balaceg DPRD Kabupaten Belitung Timur, Ferizal dan Mirhammuddin dari Partai Gerindra. Terus, ada bacaleg DPRD Mamuju, Maksum Dg Mannassa dari PKS. Selain itu, bacaleg DPRD Tojo Una Una, Saiful Talub Lami dari Partai Golkar.
Tidak ada komentar